Minggu, 31 Agustus 2008

Anjani dan Mangkuk Kaca


Anjani dan Mangkuk Kaca

Bab I Udara yang mellow…

Siang ini langit begitu putihnya, tiada sinar mentari yang mewarnai, malah agak kelabu tampaknya. Aku berdiam diri sejenak menikmati kilatan petir yang sesekali memberikan kejutan ringan buat hatiku. Kenapa tidak ada burung-burung yang berterbangan membawa berita bahagia atau sedih kepadaku. Kenapa hanya air yang bisa langit tawarkan padaku.

Aku seperti sendiri saat ini. Bukan berarti aku tidak punya kekasih lho. Kekasihku ada di rumahnya sedang sakit. Lebih tepat kakinya lagi sakit karena habis operasi ringan. Operasi memalukan yang dia tidak mau ceritakan padaku. Aib buatnya yang belum tentu aib buatku.

Aku merasa sepi saja, hari-hariku sepi padahal banyak sekali yang bisa aku lakukan. Aku bisa belajar bahasa inggris mengingat mid test sudah ada di depan mata. Aku ada ujian hari selasa dan kamis besok. Andai saja aku bisa menghindar. Aku agak bingung juga dengan perasaanku ini. Padahal kantorku tidak akan protes apakah aku akan lulus dengan nilai yang baik atau buruk, gaji ku pun tidak akan dipotong bila nilaiku jelek. Aku seperti tersihir oleh lingkungan, jadi seperti flash back ketika aku kuliah dulu. Apa karena aku saja sedang mellow?

Langit Jakarta kembali mendung, dan sekarang sudah mulai meneteskan air-air harapan bahwa musin kemarau telah usai. Aku masih Anjani, gadis lugu yang mencoba bertahan hidup untuk bisa menikmati cinta dan harapan yang masih tersisa di Jakarta dan bersyukur untuk semua yang telah kudapatkan.

Hari ini aku masih bisa bertahan, walau aku rindu sekali dengan kekasihku. I miss him so much. Padahal dia sudah meneleponku lebih dari kali hari ini. Tapi rasanya kurang lengkap bila dia tidak ada secara nyata disampingku. Aku rindu pelukannya. Aku rindu dekapannya. Aku rindu perutnya yang gendut, yang nyaman buat jadi bantal. Tapi yang paling aku rindukan adalah cinta dan sayangnya yang tidak pernah padam.

Mungkin kalau aku hari ini ke rumahnya untuk menjenguknya, siang ini aku pasti sudah bergumul di dalam pelukan tubuh yang buntal itu. Hangat, nyaman, aman, dan tidak mellow tentunya. Oh Tuhan, aku mau berlindung dibalik tubuh bulatnya itu, biarkan aku tersesat di dalam setiap lekuk melembung tubuhnya. Biarkan aku terpesona dengan auranya siang ini. Aku butuh dia, karena aku cinta dia.

Andaru namanya, iya itu nama pacarku. Pemuda supel yang kukenal setahun yang lalu. Mau tau dimana aku ketemu dia? Di kolam renang sebuah gym kecil di bilangan Jakarta Selatann. Aku dikenalkan oleh temanku yang adalah teman kantornya. Namun saat itu aku pun baru memulai kembali untuk bisa kenal yang namanya cowok, setelah aku merasakan pedihnya cinta tiga tahun yang lalu. Aku masih bertanya pada diriku sendiri, siapkah aku kali ini untuk menampung cinta baru yang hadir? Adakah ruang tersisa untuk pria baru yang dating? Akankah kejadian buruk itu akan hadir kembali? Dilema seperti mimpi buruk yang hadir di siang bolong. Jawabannya aku tidak tahu, tapi aku harus berani mencari tahu sambil berharap bahwa yang terbaik memang untukku. Agar aku bisa tetap maju dan bertahan hidup di kota besar ini…

1 komentar:

Ria mengatakan...

Foto kecilmu lebih lucu daripada sekarang yah doet hehehehe
Mmmm seneng yah dapet kadonya berupa puisi & doa....sampe menitikkan air mata niy